(R Wisanggeni, ketua padepokan desa dan inisiator gerakan desa merdeka) |
Yogyakarta-Slemannews.com:|
Berdasar pada UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7), UU No. 6/2014 tentang Desa menempatkan desa sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Desa tidak identik dengan pemerintah desa dan kepala desa. Desa mengandung pemerintahan dan sekaligus mengandung masyarakat sehingga membentuk kesatuan (entitas) hukum atau kesatuan organik.
Desa tidak direduksi sebagai pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan Kabupaten/Kota, melainkan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota.
Sebagai pemerintahan lokal, Desa merupakan organisasi pemer�intahan yang paling kecil, paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat.
Paling “kecil” berarti bahwa wilayah maupun tugas-tugas pemerintahan yang diemban desa mampunyai cakupan atau ukuran terkecil dibanding dengan organisasi pemerintahan kabupaten/kota, provinsi maupun pusat.
Paling “bawah” berarti desa menempati susunan atau lapisan pemerintahan yang terbawah dalam tata pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Oleh sebab itu, dalam menyusun peraturan di desa harus mematuhi dan memperhatikan kedudukan yang mendasar Pemerintahan Desa sebagaimana uraian di atas. Agar tidak terjadi Peraturan Desa rasa Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Desa rasa Peraturan Bupati/Walikota, Peraturan Bersama Kepala Desa rasa Peraturan Bersama Kepala Daerah, dan/atau Keputusan Kepala Desa rasa Keputusan Bupati/Walikota.
Demikian juga dalam menentukan konsideran menimbang dan mengingat pada peraturan di desa jangan asal comot (copy paste) saja peraturan perundang-undangan yang ada, supaya tidak terjadi Desa rasa Kabupaten/Kota.
Bagian penting dalam menyusun peraturan itu antara lain Bagian Menimbang dan Bagian Mengingat, bagaimana menyusunnya keduanya?
Cermati uraian berikut:
1. Bagian Menimbang dalam Peraturan di Desa
Menimbang atau Konsiderans dalam suatu peraturan di desa memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan di desa tersebut.
Demikian yang dijelaskan oleh Maria Farida Indrati S. dalam bukunya Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya (hal. 108).
Lebih lanjut menurut Maria, pokok-pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang atau Peraturan Daerah memuat unsur-unsur filosofis, juridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.
Unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya ini penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.
a. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
c. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma.
2. Bagian Mengingat dalam Peraturan di Desa
Mengingat atau dikenal sebagai dasar hukum merupakan suatu landasan yang bersifat yuridis bagi pembentukan peraturan di desa tersebut. Sebagai Dasar hukum, bagian Mengingat harus memuat:
a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan di desa tersebut;
b. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan di desa tersebut.
Masih bersumber dari buku yang sama, peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
Peraturan perundang-undangan yang akan dicabut dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk atau peraturan perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak dicantumkan sebagai dasar hukum.
Jika jumlah peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencatuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundang-undangan, dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.
Dasar hukum yang diambil dari pasal (-pasal) dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang berkaitan. Frase Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis sesudah penyebutan pasal terakhir dan kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital.
Jadi, dari penjelasan yang kami uraikan di atas dapat dismpulkan bahwa bagian Menimbang dan Mengingat dalam suatu peraturan di desa adalah dua hal yang berbeda. Sederhananya, Menimbang memuat uraian singkat pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan di desa yang bersangkutan, sedangkan Mengingat memuat dasar hukum yakni dasar kewenangan pembentukan peraturan di desa itu dan peraturan di desa yang memerintahkan pembentukan itu.